Pajak Pertambahan Nilai Final
Pajak Pertambahan Nilai Final
Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) adalah suatu pajak yang dikenakan atas konsumsi dalam
negeri olehpribadi, badan dan pemerintah. Pajak Pertambahan Nilai merupakan
pajak tidak langsung, sehinggabadan atau perorangan yang membayar pajak ini
tidak diwajibkan untuk menyetorkan langsung kekas negara, melainkan tanggung
jawab untuk menyetorkannya ke kas negara berada di pihak yang memotong PPN
(penjual).
PPN memiliki beberapa karakteristik berikut:
● Pajak
Tidak Langsung Pajak yang dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada pihak lain.
● Pajak
Objektif Pajak yang pemungutannya berdasarkan objek pajaknya, tanpa memandang
apakah subjek pajak bertempat tinggal di Indonesia atau tidak.
● Pajak
Atas Konsumsi Dalam Negeri PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang
dikonsumsi di dalam negara Indonesia.
● Metode
Pengurangan Tidak Langsung (Indirect Subtraction Method)
Indirect Subtraction Method adalah salah satu metode perhitungan untuk PPN, dimana
perhitungan PPN dinilai dengan cara mengurangkan pajak atas perolehan dengan
pajak atas penyerahan barang atau jasa.
● Multi
Tahap PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi.
● Tidak
Kumulatif Metode perhitungan PPN yang wajib digunakan di Indonesia ketika PKP
atau Non PKP akan menyetorkan Pajak masukannya ke kas Negara adalah indirect
subtraction method sehingga tidak menimbulkan dampak kumulatif.
● Tarif
Tunggal Sistem PPN menganut tarif tunggal, yaitu 10%. Tarif ini dapat diubah
paling rendah 5% dan paling tinggi 15% dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan Umum PPN
● Subjek PPN
Subjek PPN meliputi wajib pajak yang diwajibkan untuk
memungut, menyetor dan melaporkan PPN terutang ke kas negara. Subjek Pajak
berbeda dengan Wajib Pajak. Subjek Pajak belum memiliki kewajiban untuk
membayar pajak, sedangkan Wajib Pajak sudah memiliki kewajiban untuk membayar
pajak, artinya, Subjek Pajak belum tentu Wajib Pajak, sedangkan Wajib Pajak
sudah pasti Subjek Pajak. Subjek PPN terdiri dari:
1. PKP
o
PPN
akan terutang (dipungut oleh PKP) dalam hal :
1. PKP melakukan penyerahan
BKP
2. PKP melakukan penyerahan
JKP
3. PKP melakukan Tidak Berwujud
2. Non PKP
o
PPN
akan tetap terutang walaupun yang melakukan kegiatan yang merupakan objek PPN
adalah bukan PKP, yaitu dalam hal :
1. impor BKP
2. pemanfaatan Jasa Kena Pajak
dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
3. Melakukan kegiatan-kegiatan membangun sendiri
● Objek PPN
Berikut ini adalah objek PPN yang diatur dalam Pasal 4 UU
PPN:
● Penyerahan BKP di Dalam Daerah
Pabean;
● Impor BKP Berwujud;
● Impor BKP Tidak Berwujud;
● Penyerahan JKP di Dalam Daerah
Pabean;
● Impor JKP;
● Ekspor BKP Berwujud;
●
Ekspor
BKP Tidak Berwujud;
● Ekspor JKP;
●
Kegiatan
Membangun Sendiri;
Barang
Kena Pajak (BKP)
Barang Kena Pajak adalah semua
barang yang diperjualbelikan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud,
yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN. Pada prinsipnya, semua barang
merupakan Barang Kena Pajak, kecuali yang ditentukan lain oleh
Undang-Undang PPN tahun 1984.
Jasa Kena Pajak (JKP)
Jasa kena pajak adalah semua jasa yang diperjualbelikan
yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN. Pada prinsipnya, semua jasa merupakan
Jasa Kena Pajak, kecuali yang ditentukan ain oleh Undang-Undang PPN
tahun 1984. Berikut adalah jasa yang tidak termasuk sebagai JKP jasa pelayanan sosial;
- jasa pengiriman surat dengan perangko;
- jasa keuangan;
- jasa asuransi;
- jasa keagamaan;
- jasa pendidikan;
- jasa kesenian dan hiburan;
- jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
- jasa tenaga kerja;
- jasa perhotelan;;
- Jasa penyediaan tempat parkir;
- Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
- Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
- Jasa boga atau catering
Perhitungan
dan Tarif
Proses perhitungan tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut ini :
PPN = Tarif
Pertambahan nilai x Dasar Pengenaan Pajak
●
Tarif PPN
Ada dua jenis tarif pajak yang dikenakan pada barang/jasa yang
menjadi objek PPN, yaitu tarif 10% dan tarif 0%. Penetapan tarif ini dibedakan berdasarkan
jenis objek PPN.
Berikut adalah rincian tarif PPN:
● Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10%
● Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0%
diterapkan atas kegiatan ekspor
Pemerintah berwenang untuk mengubah tarif PPN menjadi paling
rendah 5% dan paling tinggi 15% dengan prinsip tarif tunggal. Perubahan tarif PPN ini
diterapkan dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi serta peningkatan kebutuhan
dana untuk pembangunan.
Metode
Perhitungan PPN
Penentuan jumlah
PPN yang harus disetor ke kas negara umumnya dapat dilakukan dengan metode berikut:
1. Subtraction
Method
2. Indirect
Subtraction Method
3. Addition
Method
●
Faktur Pajak
Proses pemungutan PPN dilakukan oleh pihak penjual yang
dibuktikan dengan menerbitkan Faktur Pajak. Faktur Pajak adalah bukti pemungutan pajak yang
diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) saat melakukan penyerahan BKP atau JKP. Artinya,
saat PKP menjual BKP atau JKP harus menerbitkan Faktur Pajak kepada pelanggan sebagai
tanda bukti bahwa PKP tersebut telah memungut pajak. Berikut beberapa jenis faktur
pajak, meliputi:
● Faktur Pajak Keluaran
Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP saat menjual BKP/ JKP kepada
pihak pembeli.
● Faktur Pajak Masukan
Faktur Pajak yang diterima oleh pembeli BKP/JKP dari pihak
penjual barang/jasa tersebut.
● Faktur Pajak Pengganti
Faktur Pajak yang diterbitkan untuk pengganti faktur pajak yang
lama, dikarenakan ada kesalahan dalam Faktur Pajak yang lama.
● Faktur Pajak Gabungan
Faktur pajak yang dibuat oleh PKP yang mencakup seluruh
penyerahan yang dilakukan kepada pembeli barang kena pajak dan jasa kena pajak yang sama
selama satu bulan kalender.
● Faktur Pajak Digunggung
Faktur Pajak yang hanya boleh dibuat oleh pedagang eceran, dimana
di dalam Faktur
Pajak tersebut tidak terdapat identitas pembeli, nama, dan tanda
tangan penjual.
● Faktur Pajak Cacat
Faktur Pajak yang pengisiannya tidak sesuai dengan mekanisme yang
sudah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Pembayaran dan
Pelaporan
Pengusaha yang
melakukan penyerahan BKP atau JKP diwajibkan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Sebagai PKP, pengusaha wajib melakukan
beberapa hal berikut:
● Memungut
pajak terutang;
● Menyetorkan
PPN yang masih harus dibayar (dalam hal Pajak Keluaran lebih besar daripada
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan); dan
● Melaporkan
penghitungan pajak
Ada beberapa
mekanisme dalam pembayaran PPN yang harus Anda ketahui, yaitu:
● Pajak
yang terutang atas penyerahan BKP atau penyerahan JKP kepada pemungut PPN, dipungut,
disetor dan dilaporkan oleh pemungut PPN
- Pembayaran PPN harus dilakukanselambat-lambatnya pada akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) masa PPN disampaikan;
● PPN yang tercantum dalam SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar),
SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan) dan STP harus dibayar atau
disetor sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT dan STP tersebut;
● PPN atas impor, dilunasi bersamaan pada saat pembayaran bea masuk,
dan apabila pembayaran bea masuk ditunda atau dibebaskan, harus dilunasi pada saat
penyelesaian dokumen impor;
● PPN yang pemungutannya dilakukan oleh:
○ Bendahara Pemerintah, disetorkan paling lambat tanggal 7 bulan
berikutnya setelah
masa pajak berakhir;
○ Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memungut PPN atas Impor,
harus disetorkan dalam waktu 1 hari kerja setelah dilakukan pemungutan PPN;
● PPN dari penyerahan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik, harus
dilunasi sendiri oleh PKP sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang ditebus.
●
Pelaporan PPN
Selain menyetorkan PPN, Anda sebagai PKP juga wajib untuk
melaporkan PPN terutang yang sudah Anda setor ke Kantor Pajak. Pelaporan PPN dapat diakses
secara online
menggunakan aplikasi e-SPT PPN 1111. Aplikasi e-Filing PPN kini
menjadi wajib, sejak terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9/PMK.03/2018.
Artinya, mulai 1 April 2018 PKP harus melakukan pelaporan SPT Masa PPN secara online
setiap bulan. Ada beberapa mekanisme pelaporan Pajak Pertambahan Nilai yang
harus Anda ketahui,
yaitu:
● PPN yang dihitung sendiri oleh PKP, harus
dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lama akhir bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
● PPN tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan
STP yang telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.
● Penyerahan tepung terigu oleh BULOG, PPN
dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat paling lama akhir bulan berikutnya setelah masa
pajak terakhir.
SPT Masa PPN
SPT Masa PPN adalah formulir yang digunakan oleh wajib pajak
untuk melaporkan PPN terutang. SPT Masa PPN harus dilaporkan setiap bulan ke KPP
setempat meskipun PPN yang terutang tersebut Nihil. Wajib Pajak harus melaporkan SPT
PPN selambat-lambatnya
pada hari terakhir bulan berikutnya setelah akhir masa pajak yang
bersangkutan , kecuali disebabkan kondisi tertentu yang dijelaskan pada
PMK-80/PMK.03/2010. Jika Anda gagal melaporkan SPT masa PPN, Anda akan dikenakan denda sebesar Rp
500.000,- (UU KUP Pasal 7 ayat 1). Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak
No. PER-44/PJ./2011 tanggal 6 Oktober 2010, sejak Januari 2011 pelaporan di
bidang PPN menggunakan SPT masa PPN 1111. SPT Masa PPN 1111 dipergunakan oleh
PKP yang menggunakan mekanisme pengkreditan pajak masukan berdasarkan Pasal 9
ayat (2) UU PPN 1984. Berikut adalah rincian formulir dalam SPT masa PPN.
●
Fasilitas Pajak Pertambahan
Nilaip
Pada umumnya terdapat dua jenis fasilitas PPN, yaitu Fasilitas
PPN Dibebaskan dan Fasilitas PPN Tidak Dipungut . Keduanya berbeda secara lingkup, sifat dan
analisis bisnisnya. Fasilitas PPN Dibebaskan diberikan sehubungan dengan penggunaan barang atau
jasa yang mengandung sifat pada kondisi tertentu sehingga barang atau jasa
tersebut dibebaskan dari pengenaan PPN. sedangkan Fasilitas PPN Tidak Dipungut diberikan
sehubungan dengan kegiatan memasukan barang ke kawasan khusus untuk kepentingan
tertentu.
Jenis-Jenis Fasilitas PPN
Atas tujuan-tujuan yang sudah disebutkan tersebut,
pemerintah memberikan fasilitas sebagai berikut:
- Fasilitas PPN berupa pengenaan tarif 0%
- Fasilitas PPN dalam bentuk tidak dikenakan pungutan PPN
- Fasilitas PPN berupa pembebasan PPN
- Fasilitas PPN dalam bentuk tidak dipungut PPN
Empat fasilitas PPN ini diterapkan dengan mekanisme
pelaksanaan yang masing-masing berbeda dan memiliki karakteristik yang berbeda
pula.
Fasilitas PPN Pengenaan Tarif 0%
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 atau UU
PPN, pemberian fasilitas PPN berupa pengenaan tarif 0% ini diberikan kepada
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
- Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) berwujud
- Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud
- Ekspor Jasa Kena Pajak (JKP)
Terhadap tiga kegiatan di atas, pemerintah memberikan
fasilitas berupa pengenaan tarif PPN 0%. Artinya, Pengusaha Kena Pajak (PKP)
yang memang berorientasi ekspor akan mendapatkan fasilitas PPN tarif 0% ini.
Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan daya saing ekspor dari industri dalam
negeri.
Fasilitas PPN Dalam Bentuk Tidak Dikenakan Pungutan PPN
Fasilitas PPN dalam bentuk tidak dikenakan pungutan PPN
diberikan pada barang dan jasa yang penggunaannya menyangkut hajat hidup orang
banyak. Hal ini dimungkinkan, meski sejatinya barang dan jasa yang beredar di
masyarakat merupakan BKP/JKP dan untuk itu ada pungutan PPN.
Pasalnya, ada beberapa jenis barang dan jasa yang
keberadaannya sangat dibutuhkan oleh khalayak umum. Oleh karena itu, kegiatan
penyerahan dan perolehan barang dan jasa yang dimaksud tidak dikenakan pungutan
PPN.
Jenis-jenis barang dan jasa yang mendapatkan fasilitas
PPN dalam bentuk tidak dikenakan pungutan PPN tertuang dalam UU PPN Pasal 4A,
dengan perincian sebagai berikut:
1. Jenis barang tidak dikenakan pungutan PPN
- Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang
diambil langsung dari sumbernya.
- Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh
rakyat banyak.
- Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran,
rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik
yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang
diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering.
- Uang, emas batangan, dan surat berharga
2. Jasa yang tidak dikenakan pungutan PPN
- Jasa pelayanan kesehatan medis
- Jasa pelayanan sosial
- Jasa pengiriman surat dengan perangko
- Jasa keuangan
- Jasa asuransi
- Jasa keagamaan
- Jasa pendidikan
- Jasa kesenian dan hiburan
- Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
- Jasa tenaga kerja
- Jasa perhotelan
- Jasa penyediaan tempat parkir
- Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam
- Jasa pengiriman uang dengan wesel pos
- Jasa boga atau katering
Fasilitas PPN Berupa Pembebasan PPN
Fasilitas PPN berupa pembebasan PPN merupakan pembebasan
kewajiban memungut PPN kepada orang pribadi atau badah usaha yang melakukan
kegiatan penyerahan:
- BKP bersifat strategis, yang merupakan barang masuk
kategori BKP namun memiliki nilai strategis berdasarkan pertimbangan
pemerintah. Sehingga atas BKP strategis ini diberikan fasilitas PPN
dibebaskan.
- BKP tertentu, yang meliputi yang diperlukan untuk
kepentingan umum atau untuk kepentingan nasional yang dikelola oleh
unit-unit pemerintah.
- JKP tertentu, yang terdiri atas jasa yang diserahkan
kontraktor untuk pemborong bangunan, yang batasannya ditetapkan oleh
Menteri Keuangan serta jasa yang diterima oleh Kementerian Pertahanan atau
Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk mendukung pertahanan nasional.
- Penyerahan BKP/JKP kepada perwakilan negara asing dan
badan internasional serta pejabatnya dengan asas timbal balik.
- Jasa kebandarudaraan tertentu, yang meliputi pelayanan
jasa penerbangan; pelayanan jasa pendaratan, penempatan, dan penyimpanan
pesawat udara, pelayanan jasa konter, pelayanan jasa garbarata
(aviobridge), pelayanan jasa bongkar muat penumpang, kargo, pos.
Terhadap transaksi-transaksi yang mendapatkan fasilitas
PPN dibebaskan ini, tetap ada kewajiban menerbitkan faktur pajak bagi PKP yang
menyerahkan. Sebab, sejatinya transaksi-transaksi yang mendapat fasilitas PPN
dibebaskan ini merupakan transaksi terutang PPN. Jadi, yang dibebaskan adalah
kewajiban pemungutan PPN bukan kewajiban membuat faktur pajak. Faktur pajak untuk transaksi yang mendapat fasilitas PPNB
dibebaskan ini adalah menggunakan kode faktur kode 08 dan tetap mencantumkan
besaran nilai PPN yang dibebaskan. Pajak masukan yang dibayar untuk perolehan
BKP/JKP yang mendapatkan fasilitas PPN dibebaskan, tidak dapat dikreditkan.
Fasilitas PPN Dalam Bentuk Tidak Dipungut PPN Pemberian fasilitas
PPN dalam bentuk tidak dipungut PPN diberikan kepada transaksi-transaksi sebagai
berikut:
- Penyerahan BKP tertentu atau penyerahan JKP tertentu.
- Impor BKP tertentu.
0 Response to "Pajak Pertambahan Nilai Final"
Post a Comment